“
BERKAHNYA SEDEKAH ”
Ramadhania
adalah gadis berusia 8 tahun, panggilan kesehariannya adalah Dhania. Dia gadis
yang sangat imut, lucu, dan cantik sekali. Namun dia gadis yang kurang beruntung.
Orang tuanya bermata pencaharian sebagai pekerja serabutan yang tidak mempunyai
penghasilan yang tetap. Dhania duduk dibangku kelas 2 SD, dia termasuk anak
yang baik, rajin, pintar, dan patuh serta selalu bersemangat untuk menuntut
ilmu.
Sepulang
sekolah dia selalu mencari pekerjaan apa saja yang dia bisa, untuk membantu
orang tuanya membayar biaya sekolah yang lama kelamaan nanti akan semakin
mahal, apalagi Dhania bersekolah di SD Swasta.
“Bu aku berangkat sekolah dulu ya” suara
mungilnya menghampiri ibunya yang sedang mengumpulkan cucian tetangga sembari
tangan mungilnya itu mencium tangan ibunya.
“Iya, hati-hati di jalan ya Nia,
belajarlah yang benar ya nak” jawab ibunya sembari mengelus kepala anaknya yang
cantik itu.
“Iya, pasti ibu !” ujar Dhania penuh
dengan semangat, seperti semangat 45.
Kaki kecilnya itu berjalan menyelusuri
sawah yang becek, rawa-rawa yang gelap dan seram serta sungai yang sedang surut
airnya dan banyak bebatuan di sana, sungguh besar sekali perjuangan keras gadis
kecil itu untuk menuju sekolahnya.
SD
Semangat 45, adalah sekolah yang belum terjamah oleh pemerintah, Jauh dari
perbaikan, atapnya saja terbuat dari kayu yang terlihat sudah reot sekali. Sekolah
itu sangatlah tidak layak pakai dan saat musim hujanpun sekolah terpaksa untuk
diliburkan, karena biasanya kelas-kelas nya bocor akan air hujan dan bisa juga
sekolah roboh karena angin yang kencang.
Di
kelas Dhania adalah siswi yang sangat aktif dan cerdas serta pintar sekali, tetapi dia agak pendiam, dia mendapatkan
peringkat pertama di kelas semester pertama dan kenaikan kelas 2 kemaren
.
“Dhania, ikut ibu dulu nak ke kantor”
ucap Bu Ineke.
“Iya bu” jawab Dhania.
Tiba
di ruang kantor guru, Dhania duduk dikursi yang sudah usang dan reot itu.
“Nak... ini surat untuk ibu mu, besok
ibu mu menghadap ibu ya” ujar Bu Ineke pelan.
“Memangnya ada apa bu?” tanya Dhania
polos.
“Kamu belum bayar SPP 5bln Nak” jawab Bu
Ineke.
“Oh soal itu, baiklah bu, terimakasih”
jawab Dhania sembari beranjak pergi dari ruangan itu.
Waktu
pulang sekolah pun tiba. Dhania segera menuju kamar mandi dan berganti pakaian
untuk mencari pekerjaan hari ini. Lalu perlahan Dhania menuju pasar yang sudah
biasa ia datangi tiap harinya. Itulah waktu yang di gemari oleh Dhania, karena
saat inilah dia bisa sedikit demi sedikit membantu meringankan tanggungan kedua
orang tuanya.
“Kasihan ibu dan ayah, aku harus
membantu mereka. Harus itu” ucapnya dalam hati.
Kali
ini Dhania dengan semangat 45, bekerja membantu ibu-ibu yang membawa belanjaan
banyak. Mengangkatnya atau menggendongnya sampai kemana ibu itu menginginkan
belanjaannya di bawa. Tanpa mengenal lelah, sungguh gadis yang hebat. Meskipun
umurnya masih 8 tahun, tetapi dia sudah kuat untuk melakukan semua itu.
“Ibu boleh saya bantu bawaannya?” tawar
Dhania.
“Iya boleh nak”
Hari
itu tidak seperti biasanya Dhania hanya mendapatkan uang 20rb, karena sudah
terlalu siang dia datang ke pasar nya, lalu ia segera pulang karena waktu yang
sudah sangat sore. Diperjalanan pulang dia bertemu dengan kakek pengemis tua,
dan dia merasa sangat kasihan pada pengemis itu. Pakaiannya sudah
compang-camping dan sangat lusuh sekali.
“Kakek kelihatannya lemas sekali, apa
kakek sakit?” tanya Dhania pada pengemis itu.
“Saya belum makan 3 hari ini nak, saya
hanya minum air putih saja, itupun hanya 3 kali” jawab pengemis itu lemas sekali.
“Kalau begitu ini untuk kakek, lumayan
untuk kakek makan dan beli minum” sembari menyerahkan uang 20rb yang tadi dia
dapatkan dari hasil kerjanya tadi.
“Terimakasih
nak, kau memang gadis kecil yang berhati mulia, semoga Allah selalu memberikan
kecukupan untuk mu” ucap pengemis itu merasa terharu dengan sikap gadis mungil
itu sambil menangis terisak-isak.
“Iya sama-sama kek, kalau begitu aku
pulang dulu ya kek, kakek segeralah membeli makan dan minum yang cukup agar
kakek selalu sehat” ucap Dhania dan beranjak meninggalkan emperan toko itu lalu
ia pulang.
“Iya hati-hati ya nak”
“Iya kek” sembari tersenyum manis melihat
kakek itu tersenyum untuknya dan menghapus air matanya.
“Subhanallah, jaman sekarang masih ada
anak yang peduli dengan hamba seperti hambamu ini Ya Allah, semoga Engkau
berikan anak itu hidup yang penuh berkah dan selalu kau lindungi dari mala
petaka Ya Allah, Dan berikan berlipat ganda apa yang telah dia lakukan ke
padaku tadi.” Ucap kakek pengemis itu sambil mengusap kedua tangannya ke
mukanya.
Setibanya Dhania di rumah.
“Assalamualaikum...” dengan suara yang
lucu itu ia membuka pintu rumah.
“Walaikumusalam, kamu dari mana saja Nia
?” tanya ibunya.
“Tadi aku bekerja membantu ibu-ibu di
pasar membawakan belanjaannya bu, Ibu tidak marah kan ? karena Dhania pergi
tanpa pamit Ibu.” jelas Dhania dengan wajah yang polos imut itu.
“Ibu jelas engga akan marah, nak. Ya
ampun nak, kamu engga usah bekerja lagi ya nak, tugas mu hanyalah belajar
sekarang, menuntut ilmu untuk masa depan mu kelak. Biar hanya ibu dan ayah yang
mencari uang untuk biaya sekolah mu sekarang dan ke depan nak” respon ibu
Dhania sembari meneteskan air mata karena ia kagum dengan anaknya yang mau ikut
bekerja demi kelangsungan sekolahnya itu.
“Ibu engga usah nangis, Nia engga
apa-apa kok” tangan kecilnya itu mengusap air mata sang ibunda.
“Maafkan ibu dan ayah ya Nia ? Kami belum
bisa membahagiakan mu seperti anak-anak yang lainnya. Dan Ibu Ayah belum bisa
memberikan sesuatu yang berharga di matamu, nak. Sekarang lebih baik kamu mandi
dulu lalu makan ya nak” sembari mencium pipi Chabinya itu.
“Aku tidak apa-apa ibu, tapi maaf juga
ya ibu, hari ini aku engga bawa uang serupiah pun, uangnya aku kasih untuk
kakek tua yang belum makan tadi, aku iba melihat kakek itu, serasa inget sama
mbah kakung di desa ibu.” ucap polosnya Nia memeluk ibundanya.
“Kamu memang anak ibu yang sangat cantik
dan baik, itu adalah hal yang mulia, kamu engga perlu minta maaf sama ibu, kamu
sama sekali engga salah kok . Kamu malah menjadi yang terbaik di hati ibu”
jawabnya bangga pada anaknya.
“Hemm,, ini surat untuk ibu dari bu
guru, dan katanya besok ibu ke sekolah ku untuk menemui Bu Ineke guru ku”
sembari mengeluarkan surat dari tas yang sudah robek kecil dibagian kanan dan
kirinya itu dan sangat lusuh sekali.
“Baik, besok ibu akan ke sekolah mu ya
nak”
Keesokan harinya Dhania berangkat
sekolah ditemani ibundanya. Diperjalanan Dhania memberikan uang recehnya kepada
setiap pengemis yang ia jumpai.
“Kamu memang peri kecil ibu nak, kamu
peri di hati Ibu dan peri di semua hati pengemis itu” ucap ibunya dalam hati
sembari tersenyum bangga.
Sesampainya mereka disekolah, Dhania
langsung mengantarkan ibunya ke ruang guru untuk menemui Bu Ineke.
“Assalamualaikum bu..” ucap ibu Dhania.
“Walaikumusalam, silahkan duduk ibu..”
jawab bu Ineke.
“Sebenarnya ada apa ya ibu menyuruh saya
datang kemari, apakah Dhania nakal di sekolah bu?”
“ Bukan kok bu, Dhania anak yang pintar
dan Cerdas tidak mungkin kalau dia melakukan kesalahan. Ini mengenai bayaran
SPP, Nia belum membayarnya 5bln ini” jelas bu Ineke.
“Oh masalah itu ya bu, baik bu saya akan
segara melunasinya, namun saya butuh waktu lima hari ke depan ini ya bu, agar
saya bisa menyiapkan uang SPP nya” jawab ibu Dhania.
“Oke, baiklah kalau begitu ibu”
Lalu
ibu Dhania pun pulang, ia berfikir bagaimana caranya agar ia bisa membayarnya
dalam jangka waktu yang seminggu ini. Berjalan perlahan dan dia menubruk Ibu
muda dan kelihatannya kaya raya yang mengenakan pakaian berwarna biru laut dan
jilbabnya yang menutupi auratnya,sungguh cantik sekali.
“Ma, ma, maaf bu, saya tidak sengaja”
ucap ibu Dhania gugup.
“Ya tidak apa-apa bu, ibu mengapa
melamun dikeramaian seperti ini?” tanya ibu Safira pelan dan lembut sambil
memegang pundak Ibu Dhania.
“Tidak, saya hanya memikirkan anak saya
saja bu”
“Memang anak ibu
kenapa, sakit?”
“Tidak bu, saya perlu biaya untuk
sekolah anak saya yang cukup mahal”
“Kalau begitu ibu mau tidak menjadi
pembantu di rumah saya, kebetulan saya sedang memerlukan pembantu bu, saya akan
beri upah Rp 1.600.000,00 -,bulan? Bagaimana bu?” tawar ibu Safira pada ibu
Dhania itu.
“I, i..iya saya mau bu, tapi saya butuh
uang itu lima hari kedepan ini bu?” dengan wajah yang mulai berseri dan meredup
kembali dan matanya yang berkaca-kaca di usapnya.
“Kamu tidak perlu khawatir untuk biaya
anak kamu biar saya yang tanggung”
“Benar begitu bu?” rasa tak percaya
menatap wajah bu Safira.
“Iya benar ibu” dengan tersenyum manis
dan penuh rasa percaya bahwa ibu Dhania adalah seorang ibu yang jujur dan
bertanggung jawab.
“Terimakasih ya bu, terimakasih banyak
bu !” jawab ibu Dhania bahagia.
“Kalau begitu sekarang ibu ke rumah saya
dan kalau bisa ibu mulai bekerja hari ini, Ibu mau kan ?” jelas bu Dhania.
“Iya bu saya mau sekali !” dengan nada
yang penuh semangat.
“Alhamdulilah Ya Allah, kau berikan
jalan untukku mendapatkan pekerjaan, untuk kebahagian dan masa depan anakku”
Ucapnya dalam hati.
Dan akhirnya Dhania dapat bersekolah
dengan nyaman dan menikmati masa kecilnya dengan wajar.
“Ini berkat anak ku juga, dia selalu
bersedekah kepada sesama dan kini Allah memberikan balasan yang lebih dari yang
anak ku keluarkan, keikhlasan adalah hal yang terpenting dalam bersedekah,
Allah tidak pernah tidur dan Dia selalu mendengarkan curahan hati hambanya,
terimakasih ya Allah atas segala karunia-Mu, kini ku rasakan betapa Indahnya
dan Nikmatnya Bersedekah, sungguh sesuatu yang sangat lebih dan lebih dari yang
aku inginkan”
Bersedekah
tidak akan membuat Kita merasa kekurangan melainkan sebaliknya. Mungkin uang
yang buat kita itu kecil , siapa tahu sangat besar buat yang membutuhkannya.
Tidaklah akan berkurang harta yang kita infaq/sedekahkan dengan ikhlas karena
Allah, melainkan Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda, Dan ingat Allah
engga ngeliat besar kecilnya sedekah kita kok. Tetapi ngeliat seberapa besar
keikhlasan kita .
Jadi mulailah dari dini untuk terus
bersedekah... J
Karya ; Sulistyo Rahayu Ningrum